Rabu, 13 Juni 2012

Indonesia Sudah Terkena Krisis!

Indonesia dinilai sudah masuk dalam tahapan krisis. Tanda-tanda tersebut terlihat dari pelemahan rupiah, penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dan penipisan likuiditas valas yaitu dolar Amerika Serikat (AS).

Hal tersebut disampaikan Ketua Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono. Bahkan, selain indikasi tersebut, dampak krisis juga terlihat dari neraca perdagangan, ekspor lebih rendah dibandingkan impor.

"Dari tiga indikasi tadi, menurut saya kita sudah krisis sekarang, kita waspada, bagi bank kita harus hati-hati kalau bisa mengurangi percepatan dalam pemberian kredit," ujarnya usai press conference Jazz Gunung 2012, di Jakarta, Selasa (12/6/2012).

Menurut Sigit, upaya yang perlu dilakukan perbankan sebagai antisipasi menghadapi krisis adalah dengan memperlambat penyaluran kredit, terutama dalam valas (USD). Bank juga dituntut dan mau tidak mau harus hati-hati, dan jangan menambah kredit karena risiko akan bertambah. Selain itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan) harus dimonitor  "Itu yang harus dilakukan bank," ujarnya.

Selain itu, Sigit berharap pemerintah sudah harus segera duduk bersama melakukan simulasi melalui beberapa manajemen protokol krisis yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Keuangan, BI, LPS dan OJK melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).

"Harus disinkronkan dari sekarang. Krisis sudah masuk ke kita, bukan ancaman lagi. Krisis tidak bisa dihindari yang kita lakukan adalah antisipasi dampak. Semua dari pemerintah, regulator, pelaku harus siap-siap untuk bisa menghadapi krisis," tegasnya.

Kamis, 07 Juni 2012

Manusia "Lapar" Belajar sejak Bayi

Manusia ternyata sudah "lapar" belajar sejak kecil. Studi terbaru mengungkapkan bahwa bayi manusia selalu berupaya mempelajari hal-hal di sekelilingnya, dari yang sangat sederhana hingga sangat kompleks.

Hasil studi tim peneliti yang diterbitkan di jurnal PLoS ONE :
lalu menyatakan bahwa hal ini disebut "Goldilocks Effect".

"Bayi-bayi mencari tipe material yang paling efisien di sekelilingnya, bagi mereka, untuk dipelajari," kata Celeste Kidd, peneliti kognitif di University of Rochester yang melakukan penelitian.

Kidd dan rekannya meneliti pola ketertarikan 72 bayi berusia 7 dan 8 bulan. Peneliti menggunakan perangkat eye-tracking untuk membantu melihat obyek yang diperhatikan bayi.

Dalam penelitian, bayi diberi tontonan film animasi. Berdasarkan hasil riset, bayi kehilangan ketertarikan saat obyek di layar terlihat terlalu monoton. Begitu juga jika obyek terlalu mengejutkan dan random.

Kidd mengungkapkan, bayi mencari informasi dari sekelilingnya secara lebih aktif dari yang diduga sebelumnya.

Menurut Kidd, hal tersebut berarti bahwa bayi tak membutuhkan permainan mahal untuk belajar. Lingkungan yang memberi stimulasi menyediakan peluang belajar yang tinggi.

"Setiap orangtua ingin memberikan yang terbaik bagi anaknya. Tapi anak-anak bermain dengan apa saja yang ada di hadapannya. Mereka melakukan yang terbaik dengannya," urai Kidd